Senin, 28 Juli 2014

sebuah tanya


Bagi sebagian orang, Ramadhan dan Idul fitri adalah suatu momen yang membahagiakan, momen yang sangat ditunggu. Di sisi lain,  ada jiwa yang  menganggapnya sebagai puncak kehidupan yang ingin cepat dilalui, ingin cepat terlewati, bukan dalam hal mnjalankan ibadahNya, tapi ‘keadaan dan situasi yang ada’. Ya mungkin aku, kamu atau kalian. Ada kesakitan diisana, ada ketidakmampuan bertahan di sana, ada ketidak’aku’an dan kelayakan di sana. Bisa menjadi sesuatu yang sangat menakutkan untuk dilalui, untuk dijalani. Pernahkah terpikirkan bahwa kedamaian adalah saat seseorang terlahir dan saat itu pula meninggal? Mungkin ada kebahagiaan di sana, mungkin ada ke’aku’an di sana. Terkadang seseorang begitu payahnya untuk bertahan dalam keadaan yang sama, bertahun-tahun, tanpa perubahan. Bukan berarti tidak berusaha untuk melawan keadaan, bukan. Sekali lagi bukan. Tetapi setiap keadaanlah yang membawanya pada ‘kesakitan’. Kesakitan yang di tahan, kesakitan yang jika dilawan akan semakin sakit. Kesakitan yang dicoba  ditutupi dengan tawa, dengan senyum. Ya aku atau pun kamu, atau kalian. Beberapa orang ditakdirkan terlahir dalam keadaan ini, situasi ini. Keadaan yang jika dilawan akan semakin menggerogoti jiwa. Jiwa yang suci, berkembang menjadi jiwa yang bertanya, jiwa yang terintimidasi, pada akhirnya menjadi jiwa yang kuat yang terkadang begitu lemah. Sangat lemah. Ya kesakitan itu telah membuat jiwa itu begitu rapuh untuk disentuh, jiwa yang diliputi oleh ketakutan-ketakutan. Jiwa yang dipenuhi oleh rasa apatis. Jiwa yang pada akhirnya menyerahkan semuanya pada takdir yang digariskan olehNya. Ya, Jiwa yang begitu mendambakan Ramadhan dan Idul fitri adalah kebahagiaan  yang paling ditunggu dalam hdupnya. . . .