Bagi sebagian orang, Ramadhan dan
Idul fitri adalah suatu momen yang membahagiakan, momen yang sangat ditunggu.
Di sisi lain, ada jiwa yang menganggapnya sebagai puncak kehidupan yang
ingin cepat dilalui, ingin cepat terlewati, bukan dalam hal mnjalankan
ibadahNya, tapi ‘keadaan dan situasi yang ada’. Ya mungkin aku, kamu atau
kalian. Ada kesakitan diisana, ada ketidakmampuan bertahan di sana, ada
ketidak’aku’an dan kelayakan di sana. Bisa menjadi sesuatu yang sangat
menakutkan untuk dilalui, untuk dijalani. Pernahkah terpikirkan bahwa kedamaian
adalah saat seseorang terlahir dan saat itu pula meninggal? Mungkin ada
kebahagiaan di sana, mungkin ada ke’aku’an di sana. Terkadang seseorang begitu
payahnya untuk bertahan dalam keadaan yang sama, bertahun-tahun, tanpa
perubahan. Bukan berarti tidak berusaha untuk melawan keadaan, bukan. Sekali
lagi bukan. Tetapi setiap keadaanlah yang membawanya pada ‘kesakitan’.
Kesakitan yang di tahan, kesakitan yang jika dilawan akan semakin sakit.
Kesakitan yang dicoba ditutupi dengan
tawa, dengan senyum. Ya aku atau pun kamu, atau kalian. Beberapa orang
ditakdirkan terlahir dalam keadaan ini, situasi ini. Keadaan yang jika dilawan
akan semakin menggerogoti jiwa. Jiwa yang suci, berkembang menjadi jiwa yang
bertanya, jiwa yang terintimidasi, pada akhirnya menjadi jiwa yang kuat yang terkadang
begitu lemah. Sangat lemah. Ya kesakitan itu telah membuat jiwa itu begitu rapuh
untuk disentuh, jiwa yang diliputi oleh ketakutan-ketakutan. Jiwa yang dipenuhi
oleh rasa apatis. Jiwa yang pada akhirnya menyerahkan semuanya pada takdir yang
digariskan olehNya. Ya, Jiwa yang begitu mendambakan Ramadhan dan Idul fitri
adalah kebahagiaan yang paling ditunggu
dalam hdupnya. . . .
Tidak ada komentar:
Posting Komentar